Selalu ada hal yang patut disyukuri dalam hidup. Saya menulis ini untuk mengingatkan diri saya sendiri, sejauh apapun saya jatuh nanti, seburuk apapun hal yang terjadi, saya pernah memiliki hal-hal yang paling membahagiakan dalam hidup ini. Salah satunya menjadi Volunteer Asian Games 2018.
Cerita ini berawal dari sahabat saya bernama nurul. Dia mengirimkan link pendaftaran untuk ikut sebagai volunteer asian games. Saya ragu karena untuk tesnya harus ke jakarta. Dan itu belum tentu lulus. Tapi dia berkata “Asian games san, Asian games di Indonesia. Daftar aja dulu.” dan akhirnya saya mengisi formnya. Percayalah ada banyak field yang harus diisi. Mulai dari data pribadi, data keluarga, sejarah pendidikan, riwayat organisasi, riwayat prestasi, kemampuan bahasa, ukuran baju, celana, sepatu, foto hingga memilih posisi volunteer yang diinginkan. Ada banyak posisi namun karena saya belajar di bidang IT maka saya memilih Department IT&T.
Mengisi form sebanyak itu saya rasa jika hanya niat coba-coba mungkin akan menyerah. Tapi saya coba mengisi semua dengan benar, sungguh-sungguh dan setelah saya submit, saya lupakan. Begitulah saya. “Datang, kerjakan dan lupakan” The magic words untuk menenangkan hati. Suatu hari saya mendapatkan email bahwa saya lulus administrasi dan bisa mengikuti physikotest di Jakarta untuk menjadi Volunteer Asian Games 2018. Saat itu saya sedang gencar-gencarnya sidang tugas akhir dan email tersebut harus saya abaikan. Dalam pikiran saya “oh mungkin bukan takdir saya menjadi Volunteer Asian Games 2018”
Waktu berlalu saya pun wisuda dan mendapatkan ijazah s1. Beberapa hari setelah wisuda saya mendapatkan email bahwa saya diundang mengikuti tes untuk Volunteer Asian Games 2018 di Jakarta. Pikiran saya berkecamuk, ada banyak hal yang dipertimbangkan. Pertama tentu saja bagaimana jika tidak lulus? Sia-sia saja jauh ke Jakarta. Bagaimana kalau lulus? Sedangkan acara Asian Games tersebut berlangsung di pertengahan Agustus dan sekarang masih awal bulan Mei. Tidak mungkin saya pulang balik pekanbaru-jakarta. Saya hanya orang biasa bukan anak sultan. Tapi jika tidak diambil saya seperti membuang kesempatan. Saya coba diskusi dengan orangtua. Akhirnya karena orangtua saya mengizinkan berangkat dan Reysa. Dia menawarkan penginapan selama sebulan penuh di Jakarta. Saya putuskan untuk memilih takdir ini.
Jakarta, saya belum pernah terbang sendirian kesana dan akhirnya saya lakukan, tengah malam. Tepat jam 12 saya sampai di Jakarta. Paginya saya tes kemampuan akademik, physikotest dan terakhir Forum Discussion Grup (FGD). Setelah itu semua saya harus menunggu pengumuman apakah saya lulus atau tidak. Dua minggu kemudian saya mendapatkan email bahwa saya bisa ke tahap selanjutnya yaitu mengikuti Training. Ada dua kali training yang harus dihadiri dan itu berlangsung di bulan Juni dan Juli. Menunggu training tersebut saya mencari kerja.
Alhamdulillah, dua bulan di Jakarta saya akhirnya mendapatkan pekerjaan. Saya bekerja sebagai Junior System Analyst di salah satu IT Consultant. Awalnya saya dikontrak selama tiga bulan. Belum sebulan bekerja saya mendapatkan email bahwa saya terpilih menjadi Volunteer Asian Games 2018 dan mendapatkan jadwal 6 hari kerja. Saya bingung karena tidak mungkin izin kerja karena saya baru masuk, tapi tujuan saya awalnya adalah menjadi Volunteer Asian Games 2018. Niat awal saya ke jakarta adalah untuk itu. Akhirnya saya memberanikan diri menghadap HRD untuk izin kerja. Alhamdulillah saya mendapatkan izin.
Sebelum bekerja kami diberikan atribut dua pasang pakaian, topi, tas dan sepatu seragam dan ID Card sebagai Volunteer. Euforia Asian Games sangat terasa ketika saya tinggal satu apartemen dengan volunteer asian games lainnya. Setiap malam kami bercerita apa yang kami alami seharian. Setiap volunteer memiliki tugas yang berbeda-beda. Teman saya ada yang bertugas mengurus kuda pemain, dia kadang baru pulang jam tiga pagi. Ada yang bertugas di bidang logistik, ada yang menjadi Asisten NOC yaitu bertugas mendampingi delegasi tamu VIP dari negara lain. Ada yang bertugas di Venue, ada yang ticketing dan ada yang menjadi HRV yang bertugas mengurus absen seluruh volunteer. Sedangkan saya cukup beruntung, saya bertugas di dalam ruangan, di helpdesk IT venue basket.
Tugas saya jika ada gangguan teknis IT maka saya harus melaporkan hal tersebut dan berkoordinasi dengan vendor IT untuk memperbaikinya. Saya bisa menonton pertandingan dan tidak perlu berpanas-panasan di luar ruangan seperti yang lain. 6 hari menjadi volunteer saya hafal GBK yang luasnya hampir 300H dengan 12 pintu masuk dengan jelas, Saya mengerti aturan basket 5×5 atau 3×3 dan tentu saja saya menjadi suka dengan olahraga.
Dari asian games saya belajar salah satunya dari atlet jepang. Mereka sangat menghormati pelatihnya. Mereka tidak duduk sebelum pelatihnya duduk, bahkan untuk naik ke bus mereka menunggu pelatihnya masuk terlebih dulu baru mereka masuk. Dan pendukungnya yang selalu menjaga kebersihan. Mereka tidak membiarkan satu sampahpun tertinggal, bahkan puntung rokok yang walaupun bukan sampah mereka tapi tetap mereka bersihkan.
Saya juga melihat bagaimana para atlet tersebut menangis saat tidak bisa masuk ke final. Perjuangan mereka terlihat saat mereka bermain, namun ketika waktu permainan habis mereka tidak bisa ke tahap selanjutnya. Saya bisa merasakan kesedihan mereka. Tapi saya kemudian berpikir ‘mereka yang kalah walaupun sudah berlatih dengan keras bisa dikalahkan oleh orang-orang yang latihan dan perjuangannya jauh lebih keras dari mereka. Tidak mungkin hasil bisa membohongi usaha.’
Dua minggu berlalu dan Asian Games 2018 berakhir. Saya kembali bekerja seperti biasa walaupun pada awalnya terasa sedih dengan hal-hal luar biasa sebagai volunteer telah berakhir. Dua bulan berikutnya sertifikat kami sebagai Volunteer keluar. Saya mendapatkannya dan akan selalu saya kenang menjadi hal terindah yang pernah saya alami.
Seperti itulah takdir. Niat awal saya ke Jakarta memang menjadi volunteer. Ketika sertifikat tersebut didapatkan maka berakhir sudah Asian Games. Semua urusan telah selesai, begitu juga pekerjaan saya. Selesai dengan waktu yang bersamaan. Akhirnya saya pulang, kembali ke rumah. Dengan beragam pengalaman dan rasa syukur. Saya bisa menjadi volunteer dan memiliki pengalaman kerja yang sesuai dengan pendidikan saya.
Selalu ada hal yang harus disyukuri, saya bertemu dengan orang-orang baik, belajar untuk selalu berdoa dalam hal apapun, belajar mandiri, mendapatkan teman dari berbagai daerah dan tentu saja pikiran bahwa ‘Tidak akan pernah kecewa jika kita hanya berharap kepada Allah’.
Dari itu semua saya belajar tentang niat dan kesungguhan dalam menetapkan pilihan. Pilihlah dan berdoa agar kita mensyukuri pilihan tersebut. Terima kasih Predatech telah mempertemukan saya dengan sahabat terbaik seperti Reysa, Sari Devia dan tentu saja Nurul Gayatri Indah Reza. Kami bersahabat baik seperti ini berawal dari keluarga Predatech.
Sekian cerita saya, semoga membantu untuk kalian yang sedang bosan. Mantranya “Sesulit apapun hal yang terjadi sekarang, itu akan berlalu.” Terima kasih telah membaca.
By: Aszani